Minggu, 15 April 2012

SEJARAH CANDI KALASAN .


Mendengar kata candi ingatan kita pastilah tertuju pada dewi Durga (dewi Maut), dimana yang terbayang pada otak kita ialah candi sebagai tempat pemakaman. Kiranya ini tidak salah karena telah diketemukan bukti bukti bahwa di sekelililig candi kalasan tepatnya di bagian lapik candi diperkirakan terdapat 52 buah stupa yang dahulu ialah sebagai makam para pendeta yang setelah meninggal dan abunya ditanam di bawah stupa. Candi yang berdasarkan catatan prasasti Kalasan (Berbahasa Sansekerta, berhuruf Pre-Nagari/huruf yang lebih tua dengan Nagari, yang pada umumnya dipakai untuk menulis dan mencetak bahasa Sansekerta) didiraikan pada abad ke-8 ialah untuk memuliakan dewi Tara dalam tahun 700 caka (778 M). memiliki kekhasan dimana Bangunan Candi tersebut ialah hasil dari kerjasama dari dua wangsa (Sanjaya dan Syailendra) yang nota benne beragama Hindu dan Buddha.
Mempelajari masa lampau sungguh sangat menyenangkan karena dapat menjadika kita lebih bijaksana dalam melihat masa depan yang lebih baik (Kuntowijoyo, 2001, Guna Sejarah Instirinsik, Pengantar Ilmu sejarah. Bentang, Jogjakarta). Mengunjungi Candi Kalasan merupakan pengalaman yang tiada duanya. Candi yang terletak di dusun Kalasan, Prambanan, Sleman Yogyakarta ini memiliki beragam keunikan yang tidak dipunyai oleh Candi lain mulai dari seni pahat baik dalam bentuk arca, relung, bilik, Kala, Mekara, Gana, dan juga bentuk stuupa dan juga bentuk-bentuk sulurnya yang sangat halus karena mendapat sentuhan dari badjralepa. Ini merupakan penegasan corak khusus kebudayaan bangsa kita, agar kita lebih mengenal watak bangsa sendiri dan juga paham akan diri sendiri, yang notabene telah berabad-abad mengalami pengaruh baik yang datang dari sekeliling sendiri maupun dari luar.

Walau memiliki tubuh yang tambun sebgai mana candi di Jwa tengah pada umumnya, namun tidak terluhat gemuk karena bangunan candi terbagi atas kaki, badan, dan kepala, dimana masing-masing terbagi menjadi tiga bagian mendatar (perbingkaian bawah, batang dan perbingkaian atas). Terdapat empat tangga yang menghubungkan batur yang dahulukala dikelilingi oleh pagar langkan, yang mempunyai hiasan-hiasan berbentuk genta atau stupa diatasnya. Papan batu yang ada di depan tangga sebelah timur bentuknya hampir menyerupai setengah lingkaran, yang mirip “Moonstone” di depan tangga kuil agama Buddha di India selatan terutama di Sailan, hal ini merupakan keunikan tersendiri yang ada di Candi Kalasan
Peampil-peampil pada tubuh candi begitu lebarnya sehingga masing-masing terdapat sebuah bilik. Pintu gerbang candi ialah terdapat pada bilik di sebelah timur. Namun sekarang tidak bayak yang tinggal. Bilik yang masih utuh ialah bilik sebelah Utara dan Selatan. Kaki candi hanya beberapa saja yang yang masih terlihat jelas susunannya. Susunan kaki tersebut diperindah dengan bingkai  mendatar yang menonjol, setengah bulatan dan sisiya merupakan semacam bantal sebagai tempat berdirinya candi. Bagian atap candi sudah sangat rusak walau demikian kita masih dapat mengenali dimana bentuk dasarnya yang bujur sangkar, dengan penampil-penampil sebagai penghubung antara tubuh dengan atapnya. Diatasnya terdapat prisma segi delapan bersusun menjadi pusat atas. Dahulunya diperkirakan pusat ini terdapat mahkota yang besar. Keempat penampil tersebut mempunyai atap sendiri, dengan beralaskan susunan dua kubus jang menempel pada prisma segi delapan sebelah bawah pusat atap tadi. Dengan demikian tinggi seluruh candi tanpa stupa punjaknya kurang lebih 24 Meter (A.J. Bernet Kempers., 1954, Cadi Kalasan dan Sari, Jakarta, Dinas Purbakala Republik Indoesia dan Balai Buku Indonesia hlm.10)
Kepala Kala yang besar dan yang sering kita sebut sebagai Banaspati (raja hutan) seakan-akan menggambarkan bahwa candi ialah lambang dari hutan yang sunyi, tempat sang raja hutan itu berkuasa. Namun dapat kitaartikan juga candi sebagai perlambang dari pegunungan yang tidak dapat lepas dari hutan tadi. Dalam hutan dan juga pegunungan saling bertemulah alam biasa dan alam gaib, hidup dan mati, tuhan dan manusia. Candi Kalasan belum begitu jelas apakah sebagai tempat  kediaman para dewa ataukan tiruan dari gunung Meru. Stupa-setuapa yang ada di atap candi merupakan hiasan semata dan bukan benda pemujaan yang mejadi hal yang paling penting dalam agama Buddha (sebagai tempat menyimpan benda-benda suci, terutama dari sang Budha sendiri). Namun dalam perkembagannya stupa tersebut berfungsi sebagai tanda peringatan atau lambang dari agama Buddha.
    Keunikan lainnya ialah terdapatnya ceruk pada setiap dinding candi dengan tinggi ceruk dengan hiasan ukir-ukiran diatasnya hampir sama tinggginya. Fungsi dari ceruk dan ukir-ukiran ini ialah memberikan kesan agar candi napak lebih langsing. Dalam candi Kalasan bentuk sugkup merupakan kekecualian, karena berbeda dengan candi lainnya dimana pembanguan candi sedemikain rupa sehingga mengakibatkan sungkup bertemu di sisi atas candi. Namun di Candi Kalasan terdapat lengkungan diatas ceruk-ceruk. Namun pada dasarnya pembangunan candi sama dengan pembangunan candi yang lainnya, dimana batu disusu dimana semakin keatas semakin menjorok kedalam (teknik susun timbun).

Keunikan lain ialah pada kaki candi dimana kita akan melihat Djambangan (pengganti Bonggol) sebagai perlambang dari kesuburan dan kebahagiaan. Dari dalam jembangan terlihat seakan-akan memuntahkan bunga-bunga dan sulur-sulur. Boggol berbentuk bulat sedangkan jembangan juga berbentuk bulat sehingga dalam hal ini keberadaannya dapat saling menggantikan. Tempat menjulurnya sulur-sulur selain dari bonggol atau djambangan juga terdapat pada kerang, kura-kura, ikan, ular, gambar orang, dua ekor kera, ketan, Burung, Babi, Sapi, atau rusa yang semuanya digambar sedemikian rupa sehingga berbentuk bulat. Sulur-sulur yang ada di candi Kalasan melingkar-lingkar menjadi Sukur gelung dan di Candi Kalasan berpangkal kepada Bonggol.
Kepala Kalanya, berbeda dengan kala pada candi lainnya dimana bersatu dengan makara yang terdapat pada kedua sisi pintu. Makara ialah seekor binatang Ajaib, di Jawa Tengah digambarkan menyerupai Gajah. Bentuk ini tiada lain setelah menempuh perjalanan panjang dari kesenian India kurang lebih 200 Tahun SM. Dimana dahulu kala digambarkan menyerupai seekor buaya, yang mula-mula digambarkan dengan ekor lurus, kemudian dengan ekor melingkar, kemudian dalam perkembangan selanjutnya menyerupai binatang-binatang yang serupa dengan Gajah yang bertubuh ikan (gajahmina), walau fungsi dan tujuan makara tersebut belum begitu jelas maksud dan tujuannya. Makara di India bagian Selatan digambarkan dengan binatang buas yang mulutnya menganga, belalainya melingkar dan ekornya bermalai besar sekali. Di Jawa Tengah yang tinggal hanya bentuk kepalanya saja dan kadang kala dengan kedua kaki depannya. Candi kalasan memiliki relief makara baik di ujung lengan tangga baik yang berupa ukiran maupun yang bulat mempunyai sekor singa yang duduk didalam mulutya yang menganga lebar. Dilain candi di mulut Makara terdapat burung Nori atau manusia.  Pada belalai makara terdapat gambar bunga, dan dari bunga ini bergantung seuntaian mutiara, dengan telinga yang sama sekali tidak menyerupai telinga gajah, namun lebih mirip telinga sapi yang pinggirnya berkumai seperti daun tumbuh-tumbuhan.
Bentuk makra di Candi Kalasan juga berganti wujud menjadi Garis-garis lekak lengkung dan berlingkar-lingkar seperti daun-daun dan sulur-sulur. Bentuk makaranya hanya tinggal dalam garis kelilingnya serta beberpa garis besarnya saja. Bentuk ini terdapat pada hiasan kepala Makara di Bagian candi sebelah selatan, jengger Kala terdiri atas timbunan kuncup-kuncup, daun-daun, sulur-sulur. Dibawah kepala Kala terdapat kembali jengger yang serupa. Dimana tjeplok bunga yang menjadi penggantinya. Di Candi Kalasan merupakan bukti bahwa pertukaran bentuk relief dimungkinkan terjadi atas dasar persamaan sifat. Sehingga kiranya tidak menjadikan janggal jika ada teratai tumbuh dari beggol atau dari daun-daun yang aneh bentuknya.
Kepala Kala tidak hanya berhubungan dengan pohon-pohonnya diatas dunia saja, tetapi juga dengan pohon-pohon yang lebih tinggi tingkatanya (kayangan). Hal ini dijelaskan dalam hiasan gumpalan-gumpalan awan yang mengelilingi Jengger kala, sedangkan diatas awan nampak penghuni kayangan yang memainkan bunyi-bunyian. Dantara bunyi-bunyian tersebut dapat kita kenali seperi Gendang, Rebab, dan kerang, baik disisi kana maupun disisi kiri, sedangkan orang keempat memegang tjambuk penghalau lalat.
Bentuk makara yang tidak lazim di Jawa ialah pada bawah kala dimana makara pada dua tiap sisi dimana yang satu menjadi ujung plengkung dan menghadap ke dalam, sedangkan yang kedua bertolak belakang dengan yang pertama dan menghadap keluar. Diatas makara terdapat kala yang menghadap keluar. Keindahan candi dari segi kehaluasan relief tidak lain ialah hasil kerjakeras dari Bajralepa. Deretan makhluk kecil yaitu makluk kayangan yang bertubuh kerdil dan bernama Gana menambah semakin uniknya candi Kalasan. Gana menjadi satu dengan untaian bunga yang merupakan sebuah pasangan yang menjadi suatu ragam indah dari hiasan pendukung untaian. Ragam hias ini sudah sejak dahulu kala diambil oleh kesenian Hindia awal dari kesenian Yunani-Romawi, dan kemudian menjadi lazim dalam seni hias India, seperti Untaian bunga yang didukung oleh makhluk kerdil, kantong-kantong uang yang membujur panjang, deretan relung dengan arca Buddha di dalamnya. Gana di candi Kalasan terkesan berdiri sendiri dan tidak mendukung untaian bunga dimana terlihat mereka terdapat pada bingkai tersendiri, dan melayang tidak satu arah dan beberapa menunjang rangkaian bunga diatsnya dengan satu tangan saja.
Relief candi Kalasan memang lebih sedikit tidak seperti candi Prambanan atau Borobudur. Semua arca buddha yang ada di candi Kalasan melukiskan para Dhyani Budda/Djina (dewa-dewa khayangan), dewa-dewa tertinggi di dalam mytologi agama Buddha, yang dihubungkan dengan empat penjuru mata angin serta zenith. Arca-arca yang ada di luar cadi yang ada di bilik utara dan selatan, dan juga pada dinding segi delapan bagian pusat atap candi hanyalah arca relief saja, yang dapat kita sebut sebagai arca tokoh-tokoh dari dunia kedewaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar